23.34 | Posted in , ,

Berobat dengan apa yang di turunkan Allah
Sebagian besar manusia ketika di beri rasa sakit mereka akan berusaha untuk sembuh. Dengan segala upaya mereka lakukan mulai dari mengkonsumsi obat herbal sampai paranormal. Mereka berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengejar 1 hal yakni “SEHAT”
Kesehatan adalah sebagian di antara nikmat Allah yang banyak dilupakan oleh manusia. Benarlah ketika Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, ”Ada dua nikmat yang sering kali memperdaya kebanyakan manusia, yaitu nikmat kesehatan dan nikmat kelapangan waktu” (HR. Bukhari). Dan tidaklah seseorang merasakan arti penting nikmat sehat kecuali setelah jatuh sakit. Kesehatan adalah nikmat yang sangat agung dari Allah Subhanahu wa Ta’ala di antara sekian banyak nikmat. Dan kewajiban kita sebagai seorang hamba adalah bersyukur kepada-Nya sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya, ”Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” (QS Al Baqarah: 152).
Dari Jabir bin ‘Abdullah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أَصَابَ الدَّوَاءُ الدَّاءَ، بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)
Ketika suatu penyakit hinggap pada diri kita, kita lupa bahwa kesembuhan itu membutuhkan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga kita akan mencari obat atau dokter bahkan paranormal untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Dengan demikian baik disadari atau tidak kita telah menafikkan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dengan izin Nya kesembuhan itu datang.
Dan berdasarkan hadits Usamah bin Syarik Radhiyallahu 'Anhu ia berkata: "Seorang Arab badui bertanya: "Wahai Rasulullah, bolehkah kita berobat?" Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:
"Berobatlah, karena Allah telah menetapkan obat bagi setiap penyakit yang diturunkan-Nya, kecuali satu penyakit!" Para sahabat bertanya: "Penyakit apa itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Pikun."
(H.R At-Tirmidzi IV/383 No:1961 dan berkata: "Hadits ini hasan shahih." Dan diriwayatkan juga dalam Shahih Al-Jami' No:2930.)
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الدَّوَاءِ الْخَبِيْثِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari obat yang buruk.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Asy-Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih Ibnu Majah, 2/255) [Lihat kitab Ahkam Ar-Ruqa wa At-Tama`im karya Dr. Fahd As-Suhaimi, hal. 21)
Makna Obat yang buruk : Obat buruk adalah obat yang haram atau obat yang dapat menimbulkan sesuatu yang bahaya. Maka hukumnya adalah wajib ditinggalkan kecuali dalam keadaan darurat, hukumnya boleh(dimaafkan)
Ibnul Qayyim berkata: "Dalam hadits-hadits shahih telah disebutkan perintah berobat, dan berobat tidaklah menafikan tawakkal. Sebagaimana makan karena lapar, minum karena dahaga, berteduh karena panas dan menghangatkan diri karena dingin tidak menafikan tawakkal. Tidak akan sempurna hakikat tauhid kecuali dengan menjalani ikhtiyar (usaha) yang telah dijadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai sebab musabab terjadi suatu takdir. Bahkan meninggalkan ikhtiyar dapat merusak hakikat tawakkal, sebagaimana juga dapat mengacaukan urusan dan melemahkannya. Karena orang yang meninggalkan ikhtiyar mengira bahwa tindakannya itu menambah kuat tawakkalnya. Padahal justru sebaliknya, meninggalkan ikhtiyar merupakan kelemahan yang menafikan tawakkal. Sebab hakikat tawakkal adalah mengaitkan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam meraih apa yang bermanfaat bagi hamba untuk dunia dan agamanya serta menolak mudharat terhadap dunia dan agamanya. Tawakkal ini harus disertai dengan ikhtiyar, jikalau tidak berarti ia telah menafikan hikmah dan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Janganlah seorang hamba itu menjadikan kelemahannya sebagai tawakkal dan jangan pula menjadikan tawakkal sebagai kelemahannya.
(Zaadul Ma'ad IV/15, lihat juga Mausu'ah Fiqhiyyah XI/116.)
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ لَمْ يَنْزِلْ دَاءً إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa mengetahuinya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Al-Bushiri menshahihkan hadits ini dalam Zawa`id-nya. Lihat takhrij Al-Arnauth atas Zadul Ma’ad, 4/12-13)
Allah telah menurunkan obat-obatan maka berobatlah dengannya. Beberapa obat telah Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan baik dalam Alqur’an atau hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diantaranya:
1.      Al-Habbatus saudaa’ (jintan hitam)
Rasulullah saw bersabda : “Al-habbatus saudaa’ adalah obat semua penyakit kecuali as-saam” (Ath-Thabrani dalam al-Kabiir (I/871/491) dari ‘Usamah bin Syarik dan Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (1819). Hadits ini mempunyai penguat dari hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.)

As-saam artinya kematian.

2.      Madu
Allah swt berfirman: “… Didalamnya (madu) terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia …” (QS. An-Nahl:69)

3.      Bekam
Rasulullah saw bersabda: “Terapi terbaik untuk kalian adalah bekam dan al-qusthul bahri (kayu cendana laut)” (HR. Al-Bukhari (5696) dan Muslim (1577) dari Anas r.a)
Demikian jika berdasarkan sabda Rasulullah saw setelah beliau berbekam di kepala dan punggungnya.
Beliau saw bersabda:  “Barang siapa mengeluarkan darah dengan berbekam maka tidak akan memudharatkan jika ia tidak berobat dengan menggunakan obat lain.” (HR. Abu dawud (3859) dan Ibnu Majah (3484) dari Abi Kabsyah r.a. Hadits ini terdapat dalam kitab Shahihul Jamami’ (4926).)

4.   Al-Hinnaa’ (daun inai)
Tidaklah Nabi saw terluka atau terkena duri kecuali beliau membubuhkan al-hinnaa’ (pada lukanya). (HR At-Tirmidzi (20053) dan ia menghasankannya, Ibnu Majah (3502) dari Ummu rafi’, maula Rasulullah saw. Lihat kitab Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (2059))

Begitu pula obat-obatan lainnya yang telah disyari’atkan Allah kepada hamba-Nya ketika mereka sakit.

5.   Ar-Ruqyah al-masyruu’ah
Maksud ar-ruqyah al-masyruu’ah ialah menggunakan ruqyah (bacaan-bacaan) yang ada syari’atnya, seperti ruqyah dengan bacaan al-Qur-an dan lainnya yang tidak mengandung kesyirikan.

 Rasulullah saw bersabda :
“Tidak mengapa melakukan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan.” (HR. Muslim (2200) dari ‘Auf bin Malik.)

Meruqyah dengan membaca surat al-Faatihah, ayat Kursi, beberapa ayat pada akhir surat al-Baqarah, surat al-Kaafiruun, al-Mu’awwidzaat, dan ayat-ayat lainnya. Dibolehkan juga dengan membaca do’a-do’a yang shahih dari Rasulullah saw. Semua yang tidak mengandung kesyirikan hukumnya boleh, Insya Allah.

Dianjurkan pula jika diambil dari perbuatan Rasulullah saw. Nabi saw pernah menyuruh keluarganya agar meruqyah untuk penyakit ‘ain.
‘Aisyah r.a berkata ; “Rasulullah saw pernah menyuruh kami agar meruqyah penyakit ‘ain.” (HR. Al-Bukhari (3738) dan Muslim (2195) dari ‘Aisyah r.a)

Ketika melihat seorang anak perempuan yang sedang sakit, beliau saw bersabda kepada keluarganya: “bacakan ruqyah kepadanya karena ia terkena penyakit ‘ain.” (HR. Al-Bukhari (3739) dan Muslim (2197) dari Ummu Salamah r.a)

Demikianlah pembahasan yang dapat kami sampaikan, semoga pembahasan yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah Ta’ala senantiasa mengkaruniakan nikmat berupa ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih kepada kita semua. Dan semoga Allah Ta’ala memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita sehingga kita dapat menjadi hamba-Nya yang bersih tauhidnya dan jauh dari kesyirikan.

��

Comments

0 responses to " "